Budaya Karo : Perkampungan Masyarakat Karo
Desa Lau Simomo 1905 |
Karokab, Rumah di perkampungan Karo pada umumnya mempunyai pola mengelompok dan hampir semua bangunan didirikan pada satu bidang tanah tertentu. Dengan adanya sistem mengelompok ini maka jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain dapat ditentukan.
Begitu juga tanah yang akan dijadikan perkampungan dapat ditentukan luasnya dengan memperhitungkan rumah yang akan didirikan. Juga letak rumah di dalam satu kampung (kuta) berbentuk sektor dan arah bangunannya selalu mengikuti aliran sungai. Pola sektor ini nampak dari pengelompokan penduduk dalam bagian-bagian yang disebut kesainkesain. Di Kampung Lingga letak rumah adat tidak mengalami perubahan dari dahulu hingga sekarang. Rumah adat yang pertama didirikan di desa Lingga adalah kesain rumah Julu Silebei Merdang, kemudian menyusul rumah adat lainnya.
Perkembangan dari bangunan rumah adat itu selalu mengarah ke barat, yaitu arah air sungai. Tetapi kalau tidak ada sungai, rumah yang di bangun harus menghadap arah timur dan barat. Letak rumah adat yang demikian, erat hubungannya dengan susunan kerabat yang mendiami bagian-bagian dari rumah adat tersebut. Di samping rumah-rumah adat itu masih ada lagi ditemukan rumah-rumah biasa yang bentuknya sudah dipengaruhi bentuk-bentuk rumah dari kota. Rumah-rumah biasa ini tidak jauh letaknya dari rumah adat, malahan berada di sekeliling rumah-rumah adat tersebut. Bentuk, letak, serta arah rumah biasa ini tidak teratur sama sekali bila dibandingkan dengan rumah adat. Atau dengan kata lain bentuk-bentuk rumah biasa itu tergantung kepada keinginan dari pemiliknya sendiri.
Rumah Adat Karo mempunyai dua pintu yaitu yang satu menghadap ke timur dan yang satu lagi menghadap ke arah barat. Tetapi apabila rumah adat itu didirikan mengikuti aliran sungai, maka yang satu pintunya menghadap ke hulu sungai dan satu lagi menghadap muara sungai. Untuk lebih jelasnya tentang rumah adat Karo, dapat di baca di Arsitektur Rumah Adat Karo
Di samping rumah adat, dalam satu kuta dijumpai pula bangunan tradisional karo lainnya seperti jambur, geriten dan lesung. Jambur berfungsi sebagai tempat bermusyawarah pengetua-pengetua kuta. Geriten tempat penyimpanan tengkorak dari keluarga-keluarga yang menempati rumah adat. Lesung adalah tempat menumbuk padi yang mempunyai lubang lebih-kurang 34 sampai 36 lubang.
Sebagai batas dari satu huta dengan huta yang lain, di samping barn bu dan pohon kelapa, juga ada yang membuatkan pagar .Pagar yang dibuatkan sebagai batas itu juga merupakan suatu cara untuk mencegah binatang piaraan keluar masuk kampung, karena di luar kampung terdapat banyak tanam-tanaman seperti padi dan sayur-sayuran.